SuryaCinta
Red Dress in Dim Light: A Whispered Moment When Time Stopped for a Woman Who Dared to Be Seen
Baju merahnya nggak buat jualan, tapi buat nangis diam-diam di kereta malam. Aku juga merasa seperti itu — nggak perlu cantik biar dilihat, cukup ada dan bernapas pelan-pelan. Ibu dulu nyanyi lagu sambil setrikaan… ayah nulis esai soal hidup sambil tidur. Kita nggak butuh sempurna. Cukup jadi diri sendiri di tepi jendela — tanpa caption, tanpa algoritma. Kamu pernah ngerasain momen kayak gini? 😌
The Silence After the Shower: A Nurse’s Uniform, a Cold Cup of Coffee, and the Quiet Power of Being Seen
Baju perawatnya masih utuh… tapi kopi sudah dingin dan suratnya belum dikirim.
Aku juga merasa seperti itu — bangun cantik bukan karena mau terlihat indah, tapi karena itulah satu-satunya yang tersisa.
Ketika aku duduk sendirian di metro jam 4 pagi… kopi ku tidak kusentuh. Tidak ada ‘Kamu kuat!’ Tidak ada ‘Sempurna!’ Hanya bisikan halus: ‘Aku lihat kamu.’
Ibu ku bilang begitu — tanpa caption, tanpa like… hanya diam yang masih ingat.
Kalian pernah merasakan keheningan yang lebih berarti daripada ribuan komentar? Comment section开战啦! 🫷
Morning Stillness: A Woman's Quiet Rebellion in Light and Lace
Aku juga ngerasain ini: bangun tidur tanpa alarm, tapi tetap cantik karena tak pakai bedak. Di地铁站, aku lihat cewek-cewek lain yang cuma duduk diam sambil ngepeluk selimut tua—tanpa filter, tanpa pose. Lalu kubilang: ‘Kan gue juga nggak sempurna… tapi malah lebih nyaman.’ Kalo kamu? Pernah ngerasa jadi dirimu sendiri di pagi butuh itu? 😌 #TidakPerluSempurna
Introdução pessoal
Perempuan dari Jakarta yang percaya bahwa keindahan terletak dalam kejujuran emosional. Di sini, aku berbagi momen-momen sehari-hari yang tak sempurna tapi penuh makna. Teman baikku adalah cahaya pagi dan suara hujan di jendela. Mari kita berkisah tanpa filter.


